Lombok Tengah- Program Pendidikan Kesehatan Reproduksi dan Seksual (PKRS) oleh Yayasan Gemilang Sehat Indonesia (YGSI) yang telah diimplementasikan di SMPN 8 Pujut dan SMPN 6 Pujut membuahkan hasil membanggakan.
Dua sekolah intervensi yang berada di wilayah rawan perkawinan usia anak ini kini menunjukkan perubahan signifikan. Berdasarkan keterangan kepela sekolah saat menghadiri acara Workshop Implementasi PKRS Senin, 28 April 2025 pihaknya memaparkan keberhasilan PKRS mencegah perkawinan anak.
Pihak sekolah mencatat, dalam 3 tahun terakhir ini nihil kasus perkawinan anak.
SMPN 8 Pujut yang berlokasi di Desa Pengengat sebelumnya menghadapi tantangan berat.
Banyak siswa dan pemuda di sekitar desa yang menikah di usia anak, bahkan siswa di sekolah itu tidak luput dari fenomena tersebut.
Namun, berkat intervensi program PKRS oleh YGSI yang diterapkan sejak tahun 2021, perubahan besar terjadi.
Sebanyak 30 siswa dan 4 guru menjadi sasaran utama materi PKRS.
Meski di awal pelaksanaan para pendidik mengalami kesulitan, selama lima tahun program berjalan, khususnya dalam tiga tahun terakhir. Tidak ada lagi perkawinan anak yang terjadi di kalangan siswa SMPN 8 Pujut.
“Kami merasa berhasil. Ini berkat komitmen bersama YGSI dan Sekolah dalam melaksanakan program PKRS,” ungkap Riadus kepala sekolah SMPN 8 Pujut, Lombok Tengah.
Sebagai tindak lanjut, SMPN 8 Pujut berencana memasukkan materi PKRS ke dalam program Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) dan mencari cara agar materi tersebut tetap terintegrasi ke dalam pembelajaran bahkan setelah program P5 berakhir.
Sementara itu, SMPN 6 Pujut juga menunjukkan prestasi serupa. Meski di awal pelaksanaan mereka menghadapi tantangan, termasuk dalam memahami bagaimana mengimplementasikan pendidikan seksual dan reproduksi, melalui rapat komite sekolah dan sosialisasi kepada wali murid.
Akhirnya pemahaman tentang pentingnya PKRS mulai diterima.
Pihaknya mengklaim Modul SETARA dinilai sangat sesuai dengan kebutuhan siswa-siswi di SMPN 6 Pujut.
Sebelum adanya PKRS, sekolah sempat membuat awik-awik (aturan adat) untuk mencegah perkawinan anak, namun belum efektif.
Pihak sekolah bersyukur, sejak PKRS menjadi bagian dari pembelajaran, angka perkawinan anak di SMPN 6 Pujut berhasil ditekan hingga nol kasus.
“Kami merasa bangga. Anak-anak kini berani memaparkan pengetahuan mereka kepada masyarakat. Ini keberhasilan besar bagi kami,” ujar Sulhandi, Guru SETARA perwakilan sekolah.
Pihak SMPN 6 Pujut juga menyampaikan terima kasih kepada YGSI atas kepercayaan dan pelibatan mereka dalam program ini.
Keberhasilan dua sekolah ini menunjukkan bahwa pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual berbasis sekolah yang di gawangi YGSI, menjadi salah satu strategi efektif dalam mencegah perkawinan anak, serta mendorong tumbuhnya generasi muda yang lebih sadar akan hak dan masa depan mereka. (SAT)
0 Komentar