Mataram, - Bersama Dewan Pers, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) gelar workshop etik dan profesionalisme jurnalis di tengah kemajuan teknologi, Jumat (25/2/2022) kemarin di Mataram.
Penguatan profesionalisme anggota AJI Kota Mataram itu dilakukan bersamaan dengan Uji Kompetensi Jurnalis (UKJ) yang diselenggarakan di Mataram tanggal 26 - 27 Februari 2022 kemarin kepada 19 jurnalis dengan semua jenjang. Di antaranya 4 jenjang utama, 4 jenjang madya dan 11 orang jenjang jurnalis muda.
Sekretaris Jendral AJI Indonesia Ika Ningtyas mengatakan, UKJ ini sebagai langkah penguatan dan pemahaman jurnalis terkait hukum pers, kode etik dan kode perilaku jurnalis.
Menurutnya, penguatan profesionalisme jurnalis perlu disosialisasikan lebih masif ke tengah publik media. Apalagi, memasuki masa kampanye politik, penguatan profesionalisme, hukum pers, kode etik dan kode perilaku perlu diperkuat.
"Ini menjadi bagi bagian penting dalam menjaga profesionalisme jurnalis," kata Ningtyas.
Sejak tahun 2012 sampai 2022, AJI Indonesia telah melakukan upaya UKJ di masing-masing kabupaten kota di Indonesia untuk memperkuat dan merefresh kembali pemahaman jurnalis terkait kode etik, kode perilaku dan hukum pers.
"Soal etik ini sesuatu yang urgen di tengah terdistrupsinya ekonomi media yang dikonsumsi oleh masyarakat. Kode etik ini menjaga jurnalis agar tidak terjerembab. Itulah yang membuat nilai profesionalisme itu kabur," ujar Ningtyas.
Staf Kedutaan Besar Australia untuk Indonesia di Jakarta Gina Schwas mengatakan, UKJ bagi jurnalis sangat penting meningkatkan profesionalisme khususnya jurnalis AJI Kota Mataram.
Gina mengaku, selama pandemi COVID-19, UKJ model daring dengan sistem hybrid dilakukan pertama kali di Kota Batam tahun 2021 lalu. Metode UKJ di Batam akan diterapkan pula untuk anggota AJI Kota Mataram periode ke-66 menggunakan sistem Learning Management Sistem (LMS).
"Learning manajemen sistem ini merupakan kemajuan teknologi dalam jurnalisme yang kita namakan LMS. Kami dengan senang hati mendukung lebih banyak program jurnalis di masa depan," ujar Gina.
Ketua Komisi Pendidikan, Pelatihan dan Pengembangan Profesi Pers di Dewan Pers periode 2019 - 2022 Jamalul Insan mengatakan banyak kalangan insan pers belakangan ini mengaku-ngaku sebagai jurnalis di lapangan.
Mudahnya membuat website dan laman media kata Jamalul banyak warga sipil hanya berbekal ID card saja bisa mengklaim diri sebagai jurnalis.
"Fenomena ini hampir ada di setiap daerah. Biasanya meraka hadir di kegiatan-kegiatan rilis pemerintah," kata Jamalul.
Fakta lain pun ujar Jamalul, kalangan sipil yang mengaku jurnalis ini menimbulkan pekerjaan bias media sehingga dapat menimbulkan terjadinya kriminalisasi jurnalis dan kriminalisasi warga sipil.
Dalam catatan, jumlah media yang telah terverifikasi Dewan Pers berjumlah 1.683 media. Ada pun media yang belum terverifikasi berjumlah 17.815 di semua daerah kabupaten kota di Indonesia.
"Bahkan yang baru mengajukan verifikasi dewan pers sampai 15.300," beber Jamalul.
Banyaknya media yang belum terverifikasi kata Jamalul sangat rentan mendapatkan ancaman dan kriminalisasi. Selain itu, pihak pemilik media juga rentan menyalahgunakan media untuk mengancam warga sipil dan aparatur sipil.
Dalam catatan Dewan pers, jumlah aduan kasus kekerasan terhadap jurnalis tahun 2018 lalu sebanyak 371 kasus. Pada tahun 2019 tercatat 397 kasus aduan. Sedang pada tahun 2020 tercatat ada 555 kasus kekerasan yang dialami jurnalis di berbagai daerah.
"Tahun 2021 sampai 2022 ini capai 620 kasus. Jadi kasus ini selalu meningkat," ujarnya.
Dari rentetan kasus aduan kekerasan terhadap jurnalis ini, Dewan Pers baru mampu menyelesaikan 87 persen.
Menurut Jamalul, dari catatan Dewan Pers, junalis kerap melanggar Undang-undang pasal 1 dan 3 nomor 40 tahun 1999 soal berita yang tidak akurat atau tidak berimbang.
“Bahkan jurnalis kerap beropini tidak melakukan konfirmasi data. Ini jadi masalah," katanya.
Bahkan, acapkali jurnalis kerap melakukan kesalahan dalam menuliskan keterangan narasumber dan tidak dapat membuktikan hasil wawancara.
"Intinya kita tidak perlu abai tentang, hukum pers, kode etik dan kode perilaku. Jurnalis harus memiliki prinsip verifikasi berita sesuai aturan," kata Jamalul.
Terpisah Ketua AJI Kota Mataram Sirtupillaili menjelaskan UKJ yang digelar AJI secara digital ini merupakan sejarah baru bagi para jurnalis di Indonesia dalam melaksanakan uji kompetensi bagi para jurnalis di NTB yang dilaksanakan di Mataram.
“AJI Mataram bangga bisa menjadi bagian dari sejarah ini,” kata Sirtu, Selasa (1/3/2022).
Sirtu mengaku, UJK ke-66 yang diselenggarakan AJI Indonesia bekerjasama dengan Dewan Pers kepada 19 anggota AJI Mataram diharapkan mampu meningkatkan kualitas diri jurnalis dan media pada umumnya di NTB.(viki)
0 Komentar