Lombok Timur,SK- Terkait kekalahan Kades Pringgabaya dalam perkara PTUN Mataram Nomor: 4/G/2021/PTUN.MTR, tanggal, 11 Mei 2021 Jo. Putusan PTUN Surabaya, Nomor:162/B/2021/PTUN.SBY, tanggal 28 Juli 2021 dan Nomor:5/G/2021/PTUN.MTR, tanggal 11 Mei 2021 Jo. Putusan PTUN Surabaya Nomor:163/B/2021/PTUN.SBY, tanggal 28 Juli 2021, yang telah menerbitkan obyek sengketa tentang pengangkatan perangkat Desa Pringgabaya yang telah dibatalkan oleh lembaga Pengadilan TUN.
Maka sebagai pejabat dalam hal ini Kades Pringgabaya harus tunduk dan taat terhadap putusan PTUN tersebut.
Sebagai pejabat, seharusnya menjadi panutan yang baik di masyarakat, bisa memberikan contoh sebagai suri tauladan. Apa yang menjadi putusan Lembaga peradilan agar dilaksanakan. Jika begitu, bagaimana bisa seorang Kades mampu menjalankan roda pemerintahan dibawah payung hukum positif. Bagaimana bisa menggerakkan warganya agar taat hukum sedangkan dia sendiri tidak taat pada ketentuan hukum yang sudah menjadi keputusan pengadilan.
"Ketika seorang Kades tidak taat pada putusan hukum yang berlaku, maka warga pun akan kehilangan kepercayaan pada pemimpinnya, berarti warga Pringgabaya gagal dalam memilih pemimpin yang diharapkan," Demikian kekesalan disampaikan ketua BPD Pringgabaya, Judan Putrabaya.
Lebih jauh kata Judan, ketika seorang pemimpin dalam hal ini Kades Pringgabaya tidak mau melaksanakan putusan pengadilan TUN yang bersifat Final and Binding, dan tidak ada upaya hukum kasasi, maka sebaiknya Kades harus bersedia menerima segala resiko yang bakal terjadi pada dirinya.
Ketentuan yang dimaksud itu berupa resiko pemecatan atau pemberhentian jadi Kepala desa maupun terhadap resiko dalam aspek hukum yang lainnya.
Perlu diketahui, dalam norma hukum Administrasi juga terdapat cauda Venenum yang secara harfiah artinya di ekor ada racun atau dikenal dengan sebutan Teori Hukum Beracun.
Konsekuensi atau resiko hukum beracun ini, jelas berdampak buruk terhadap kehidupan pejabat yang tidak taat hukum, bahkan nyaris yang paling mendasar secara etos sosial adalah, kepercayaan warga masyarakat Pringgabaya sirna seketika. Demikian penjelasan disampaikan Dr.Firzhal Arzhi Jiwantara, SH.MH, Advokat LAW OFFICE 108 dan Juga Dosen Magister Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Mataram.
Sebelum resiko tersebut dihadapi oleh Kades Pringgabaya tanpa maksud menggurui kata Firzhal, alangkah arif dan bijaksananya Bupati yang menjadi atasan tertinggi Kepala desa, menerbitkan surat yang ditujukan langsung kepada Kepala Desa Pringgabaya. Meminta kepada Kades Pringgabaya melaksanakan amar putusan Pengadilan PTUN Mataram dan Surabaya yang sudah bersifat Final and Binding.
Karena bagaimanapun lanjut Firzhal, citra pemerintahan yang good Governance, meskipun hanya dalam lingkup pemerintahan desa, akan sangat berpengaruh terhadap nama baik Bupati selaku pemerintah daerah.
Sebagai kepala daerah yang memiliki wewenang mengangkat dan memberhentikan kepada Kepala desa, harus berani mengambil sikap atas keputusan hukum yang berlaku dan mengikat agar citra pemerintah daerah semakin baik di mata masyarakat khususnya warga Pringgabaya.
Mengklarifikasi hal ini, pewarta Speaker Kampung mengkonfirmasi pihak desa melalui Sekertaris desa. Namun hal ini belum ada tanggapan dari pihak desa. (Red)
0 Komentar