Praya. SK_Nurhayati (29), penyandang disabilitas asal Puyung Lombok Tengah mengaku khawatir jelang pilkada 2020 mendatang. Pasalnya, sebagai penyandang disabilitas, ia merasa belum mendapatkan hak-haknya secara maksimal.
Keluh kesahnya ini disampaikan Nurhayati di acara evaluasi program Jurnalis Warga Mengawal Pilkada yang diselenggarakan Speaker Kampung di Warung Kita Café Batujai Praya Lombok Tengah, Senin, (16/11/2020).
Hak-hak yang dimaksud Nurhayati, misalnya hingga hari ini ia belum mendapatkan sosialisasi apapun terkait mekanisme memilih untuk disabilitas, ketercukupan informasi terkait siapa calon bupati dan calon Wakil Bupati serta apa visi-misinya untuk penyandang disabilitas.
“Hampir setiap pemilu, kami penyandang disabilitas selalu menjadi bagian yang terlupakan” Kata Perempuan yang menggunakan kursi roda ini.
Nurhayati tidak asal ngomong, dari pemilu ke pemilu. Pemerintah sepertinya abai pada kondisi mereka yang serba kekurangan. Ia bercerita, pada pemilu tahun 2019, saat itu ia belum memiliki kursi roda. Ia terpaksa harus pakai tongkat berpuluh-puluh meter untuk sampai ke Tempat Pemungutan Suara (TPS), padahal menurutnya, sebagai penyelenggara pemilu KPUD harusnya memberikan fasilitas untuk memilih dengan lebih mudah. Minimal bisa memilih di rumah seperti warga yang sakit.
Lebih ironis lagi, pada Pemilu 2014 lalu kata perempuan yang disapa Nur ini, dirinya terpaksa terpaksa tidak memilih karena TPS tempat Namanya tercantum ternyata pindah cukup jauh karena kebijakan KPU yang membatasi jumlah DPT di setiap TPS maksimal 300 orang.
“Awalnya, TPS saya selalu didekat rumah, tapi saat itu nama saya tercantum di TPS sebelah yang cukup jauh dan sangat tidak mungkin saya tempuh dengan kursi roda” Katanya.
Ketua Himpuan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Kabupaten Lombok Tengah Sima Wandasari menyebut, apa yang disampaikan rekannya Nurhayati adalah realitas yang dihadapi para penyandang disabilitas dalam setiap pemilu selama ini.
Pemenuhan hak-hak politik disabilitas di Kabupaten Lombok Tengah tidak dijalankan oleh para penyelenggara pemilu baik KPU, Bawaslu dan stakeholder yang lainnya.
“Hak-hak penyandang disabilitas di Lombok Tengah ini masih sangat jauh dari kata ideal, paradigma berfikir mereka dalam penyelenggaraan pemilu menggunakan paradigma normal, sementara kami yang disabilitas dilupakan, padahal kami juga punya hak politik” Protesnya.
Lanjut Sima, menurut data yang ada di HWDI Lombok tengah, jumlah komunitas penyandang disabilitas di Lombok tengah ini tidak kurang dari 200 orang. Belum termasuk Orang Dalam Gangguan Jiwa (ODGJ).
Dengan jumlah yang cukup besar itu tambahnya, tentu saja dalam persoalan ini KPU benar-benar tidak memiliki sensitivitas kepada para penyandang disabilitas dan itu melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
Ketua KPUD Lombok Tengah Lalu Darmawan saat dikonfirmasi via pesan Whatsapp membantah KPUD Loteng tidak sosialisasi ke para penyandang disabilitas di Kabupaten Lombok Tengah bahkan sudah ada badan Ad Hoc khusus yang mengurusi para pemilih disabilitas ini.
“Ada komunitasnya teman-teman penyandang disabilitas, kepada komunitas ini kami melaksanakan sosialisasi” Balasnya.
Hanya saja ketika JW meminta nomor kontak panitia Ad Hoc yang dimaksud, ketua KPUD Loteng hanya menjawab. “Nanti saya mintakan kontaknya” Katanya singkat.
Dikonfirmasi kembali ke Ketua HWDI Loteng Sima Wandasari, ia menegaskan dan memastikan bahwa KPUD Loteng tidak pernah sosialisasi selama ini.
“Kalo memang sudah pernah sosialisasi, kami minta dokumentasinya bang, kapan dan dimana saya mau tau” Kata Sima dengan nada marah.
“Bahkan saya ikut di Group WA yang berisi semua Komunitas Disabilitas se pulau Lombok, tapi tak pernah ada informasi tentang itu” Pungkasnya tajam.
JW : Suhaeli
0 Komentar