Ticker

6/recent/ticker-posts

Ad Code

Responsive Advertisement

Ada Bahaya Mengintai dari Rokok

Lotim. SK_Rokok dalam kamus bahasa Indonesia disebut kata benda. Sedangkan merokok kata kerjanya. Dimana kedua kata ini bersinggungan antara yang satu dengan lainnya. Jika tidak ada rokok, maka orang tidak akan bisa merokok.

Lalu dari mana asalnya rokok kemudian bagaimana proses produksinya? sehingga anak yang masih berusia balita hingga  usia menengah senja pun paham betul rokok itu seperti apa. Meskipun dalam kurikulum sekolah tidak ada mata pelajaran khusus tentang rokok yang diajarkan guru.

Bahkan tidak sedikit anak yang masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) ada yang mampu menghafal merk rokok yang biasa dijual bebas di pasaran. Rokok ini banyak kita temukan dijual bebas di kios-kios, pedagang kaki dua, kaki tiga, kaki empat hingga kios yang tidak berkaki sekalipun rokok bisa ditemukan.

Apalagi di kedai kopi tempat mangkalnya  anak muda hingga toko swalayan kelas elit bahkan hotel bintang tujuh yang sering dikunjungi para konglomerat alias mereka yang berduit serta pejabat setingkat langit.

Rokok menurut pendapat beberapa orang,  identik dengan kejantanan. Jika ada pria tidak bisa merokok maka dia dikatakan banci alias tidak jantan. Bahkan tidak segan-segan temannya akan ngeledeknya. "agh, banci, norak, ga jantan lo," kata kiasan itu sering kita dengar.

Lalu seperti apa sih rokok itu. Apa pengaruhnya terutama pada anak-anak. Kemudian efek negatif yang dirasakan oleh perokok aktif dan perokok pasif itu seperti apa?

Mari kita bedah bersama...

Penelitian (riset) yang dilakukan di Tiga Provinsi penghasil tembakau terbesar nasional adalah Jawa Tengah, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat (NTB) pada bulan Juni dan Juli 2015.

Lima orang tim ahli yang terlibat dalam penelitian itu antaranya: Fauzi Ahmad Noor, S.IP, Awang Darumurti, S.IP, M.Si, Dianita Sugio, S.Kep,.NS,.MHID, Dra. Retno Rusijayanti, M.Kes, dan DR. Eng. M.Islamiyati Rusyida, ST.MT. Mereka tergabung dalam Muhammadiyah Tobacco Control Centre (MTCC) dari tiga perguruan tinggi yakni, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Magelang dan Mataram.

Hasil penelitiannya menunjukkan, produksi tembakau di tiga provinsi tersebut di atas sekitar 118 ton atau 87% dari total produksi nasional. Selain itu, pada masanya, tiga provinsi ini, 90% lahan pertaniannya dimanfaatkan untuk menanam tembakau.

Rinciannya, petani tembakau terbanyak berada di Jawa Timur, 301.847 orang menyusul Jawa Tengah, 120.072 orang terakhir Nusa Tenggara Barat, 48.980 orang.

Penelitiannya dengan metode kuantitatif dan dilakukan secara Croos section di tiga provinsi tersebut diatas. Responden sebanyak Lima ratus orang petani, melibatkan petani tembakau yang masih aktif menanam tembakau. Rinciannya, 309 orang petani tembakau dan mantan petani tembakau 191 orang. Riset ini menggunakan kuesioner semi-terstruktur dengan tatap muka dan wawancara.

Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mendokumentasikan karatristik sosial ekonomi petani tembakau pada saat ini dan matan petani tembakau. Memberikan pemahaman kepada petani tembakau agar mau bergeser ke pertanian non tembakau.

Meyakinkan kepada petani tembakau maupun mantan petani tembakau bahwa merokok tidak baik untuk kesehatan. Mendorong petani tembakau agar turut serta mengingatkan anaknya agar tidak membiasakan diri merokok sejak dini.

Mengedukasi petani tembakau maupun matan petani tembakau bahwa bertani tembakau bukan merupakan bisnis yang menguntungkan. Jika mereka mau beralih ke jenis pertanian lain selain tembakau hasil panennya akan jauh lebih menguntungkan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada saat ini, petani tembakau sedang mencari mata pencaharian alternatif selain menanam tembakau yang tidak menguntungkan.

Jenis pertanian alternatif yang bisa dipilih petani menggantikan tembakau seperti biji-bijian, 71,2% lebih menguntungkan. Kemudian sayur mayur, 21,5%, buah-buahan, 2,1% serta jenis tanaman lainnya 5,2%. Dengan kata lain, pertanian tembakau bukanlah bisnis yang menguntungkan bagi para petani.

Faktor yang mempengaruhi mantan petani tembakau berhenti tanam tembakau, 45% menjawab adanya monopoli industri rokok dalam menentukan harga tembakau. Sebanyak 25,1% menjawab karena cuaca sulit diprediksi, tidak menguntungkan, keluarga tidak mau melanjutkan menanam tembakau dan mereka tahu bahwa merokok membahayakan kesehatan sementara sisanya tidak tahu.

Baik petani tembakau maupun mantan petani tembakau 70,40% tidak ingin melihat anaknya merokok dan sisanya tidak menjawab alias tidak tahu.

Baik petani tembakau maupun mantan petani tembakau lebih dari separuh (56,9%) menginginkan untuk berhenti merokok karena mereka sadar bahwa merokok itu sangat membahayakan kesehatan. Apakah dia perokok aktif maupun yang pasif.

Oleh karena itu, baik itu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah harus merekomendasikan atau memberi dukungan kepada mantan petani tembakau yang telah berhasil melakukan alih tanam. Kemudian memfasilitasi petani tembakau agar beralih ke tanaman alternatif.

Pemerintah juga harus membuat peraturan tentang pengendalian tembakau yang kuat dan menandatangani kerangka konvensi organisasi kesehatan dunia tentang pengendalian tembakau (WHO FCTC)

Kesimpulan dari hasil penelitian diatas adalah, proporsi dari petani tembakau saat ini telah menunjukkan adanya kemauan untuk beralih ke tanaman non tembakau. Separuh dari petani tembakau tidak ingin melihat keluarganya menanam tembakau lagi.

Jadi baik petani tembakau, mantan petani tembakau maupun aktivis anti rokok harus bersatu mendorong pemerintah Indonesia untuk membuat peraturan yang kuat tentang pengendalian tembakau.

Hal ini bertujuan untuk mencegah generasi saat ini dan yang akan datang dari racun tembakau (nikotin) yang mematikan. Menyadarkan orang tua agar tidak membiasakan diri menyuruh anak membeli rokok karena sama artinya orang tua mengajarkan anaknya untuk merokok.

Alangkah lebih etisnya jika uang yang akan digunakan membeli rokok itu dialihkan untuk membeli kebutuhan pokok lainnya yang bisa dinikmati oleh semua anggota keluarga. (Ggar)

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement