Lombok Timur, SK- Peraturan daerah yang dikeluarkan pemerintah melalui Perda Nomor 3 Tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) hanya sebatas peraturan. Namun pada implementasinya, pemerintah terlihat seakan tidak serius menjalankan regulasi yang dibuatnya.
Untuk mengangkat isu tersebut, LPP Selaparang TV, pada (16/6/2020) bekerjasama dengan Perhimpunan Pengembangan Media Nusantara (PPMN) dan IDI Lombok Timur, mengadakan dialog khusus menghadirkan dua orang narasumber. Diantaranya, Sekretaris Ikatan Dokter Indonesia (IDI) cabang Lombok Timur, Dr. Ade Anugerah Aryana dan satu lagi aktivis anti rokok asal Suela Lombok Timur, Hajad Guna Roasmadi, SH atau akrab dipanggil bang Eros.
Dialog khusus yang dipandu oleh presenter SelaparangTV, Shima Ristha, sebelumnya di awali pembacaan puisi oleh Rian Arsyad, karya Taufik Ismail dengan tajuk "Tuhan Sembilan Centi". Puisi yang dibacakan oleh aktivis sekaligus Jurnalis Speaker Kampung asal Pringgabaya ini narasinya tentu erat kaitannya dengan rokok atau perokok.
Mengangkat isu tentang perokok atau larangan merokok tentu banyak menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Terutama mereka yang menjadi perokok aktif. Namun isu ini harus diangkat melihat begitu banyaknya anak-anak Indonesia terutama para pelajar yang menjadi sasaran produsen rokok.
Sekretaris IDI Lotim, Dr. Ade Anugerah Aryana mengakui, banyaknya masyarakat yang menjadi perokok aktif itu katanya sebuah realita. Zat adiktif berbahaya yang terkandung dalam rokok tersebut seperti tar, nikotin, karbon monoksida bisa menyebabkan kerusakan pada sistem pernapasan.
Lebih jauh Dokter Ade menjelaskan, zat berbahaya yang membuat orang ketergantungan dengan rokok adalah zat nikotin. Apalagi katanya, mereka yang sudah terbiasa merokok dalam jangka waktu yang cukup lama. Tidak ada keinginan serius dalam dirinya untuk mau berhenti merokok.
"Adanya zat nikotin yang membuat orang sulit untuk berhenti merokok apalagi merokok dalam jangka waktu yang cukup lama," jelasnya.
Melihat fenomena seperti ini sehingga menimbulkan rasa prihatin akan bahaya merokok ini lebih-lebih pada anak. Efek rokok ini lanjutnya tidak akan terlihat dalam hitungan hari atau bulan tapi, bertahun-tahun. Efek negatif ketergantungan merokok ini bisa menyerang saluran pernapasan.
Menjadi aktivis anti rokok menurut Eros memang sangatlah berat. Melihat akan banyak suara sumbang yang akan terdengar dari orang-orang yang memang perokok sejati. Tapi yang jelas, tujuan mengkampanyekan anti rokok ini semata-mata untuk mengantisipasi kebiasaan merokok pada generasi penerus terutama para pelajar.
"Orang tua meminta tolong pada anaknya untuk membeli rokok secara tidak langsung, orang tua tersebut mengajari anaknya untuk merokok," jelasnya.
Mulai awal berdialog tentang rokok ini saja sudah ada netizen yang mencibir. Bahkan ada yang mengatakan "Merokok pun mati, tidak merokok pun mati, jadi apa salahnya orang merokok kok gak ada topik lain ya," komentar Putra Andika.
Netizen lainya bernama Rongak ongak mengatakan "Saudara saya 50 th sudah merokok tapi semakin sehat, bila dia tidak merokok, ia malas," tulisnya.
Berbicara masalah rokok ini memang penuh dilematik. Sebagai aktivis anti rokok tidak sedikit yang mencibir. Disisi lain orang tua akan merasa dibantu apabila anaknya yang masih sekolah tidak merokok. Uang sakunya bisa ditabung untuk membeli kebutuhan yang lebih bermanfaat.
Perda KTR juga sudah jelas melarang siapapun merokok di fasilitas tertentu seperti di kantor, rumah sakit, puskesmas, sekolah atau instansi pemerintah dan tempat umum lainnya. Aturan ini lanjutnya hanya sebatas formalitas saja.
"Dalam hal ini butuh kesadaran dan ketegasan pemerintah. Kampanye anti rokok pada fasilitas publik harus digerakan tidak hanya sebatas regulasi," terang Eros.
Jika mengacu pada perda KTR, pemerintah selaku pembuat kebijakan, seharusnya proaktif menggerakkan kampanye anti rokok. Pemerintah setidaknya menyiapkan ruang khusus bagi para perokok aktif agar asap rokok itu tidak mempengaruhi atau berdampak pada perokok pasif. (Ggar)
0 Komentar