Ticker

6/recent/ticker-posts

Ad Code

Responsive Advertisement

Mempertanyakan Macan Kertas Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR)


Oleh: Rian Arsyat.
Indonesia Adalah Semacam Firdaus-Jannatu-Na’im
Sangat Ramah Bagi Perokok,
Tapi Tempat Siksa Kubur Hidup-Hidup Bagi Orang Yang Tak Merokok,
Di Balik Pagar Smu Murid-Murid Mencuri-Curi Merokok,
Di Ruang Kepala Sekolah Ada Guru Merokok,

Di Kampus Mahasiswa Merokok,
Di Ruang Kuliah Dosen Merokok,
Di Rapat Pomg Orang Tua Murid Merokok,
Di Perpustakaan Kecamatan
Ada Siswa Bertanya
Apakah Ada Buku Tuntunan Cara Merokok.

Penggalan puisi karya Taufik Ismail itu merupakan gambaran realitas sosial yang terjadi saat ini. betapa mengerikannya kondisi generasi anak anak negeri yang sudah banyak teracuni oleh rokok. Iklan-iklan menjarah semua tempat, sekolah, Fasilats kesehatan, media televisi, internet, hingga media sosial, tak ada yang terlewatkan dari iklan rokok. Belum lagi iklan rokok yang menyelinap di event-event balap mobil, sepak bola, bahkan nyata masuk melalui pendidikan dengan jurus beasiswanya. Seolah para produsen rokok ini baik, perhatian terhadap atlit, pedndidikan dan lainnya. Padahal itu hanyalah strategi syitan Marketing produsen rokok untuk mengiklankan rokok kepada generasi anak negeri.

Belum lagi kita menghitung model iklan rokok yang dengam murah di jual. Spanduk-spanduk, baliho-baliho terpampang jelas di depan mata anak negeri. Yang paling di sasar adalah anak-anak Sekolah Menangah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) bahkan pada tingkat Mahasiswa. Di jalan-jalan jalur pendidikan berjamur iklan rokok. Sehingga sejauh mata memandang yang kita lihat bukanlah keindahan taman kota atau taman-taman jalan, tetapi yang tampak adalah gambaran kehancuran abak negeri.

Tercata jumlah perokok di kalangan anak-anak di indonesia cukup tinggi. Bahkan setiap tahun mengalami peningkatan. Data kementerian pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak (PPPA)RI,  menyebutkan di tahun 2018 saj ada 9,1 Persen anak usia 10-18 tahun di indonesia merupakan perokok aktif. Dengan 2,1 persen anak-anak sudah mengenal rokok sebelum usia 14 tahun.  Tentu angka ini akan terus meningkat apabila tidak adanya penanganan yang secara serius untuk di lakukan oleh pemerintah. Bahkan di prediksi pada tahun 2030 mendatang perokok anak akan ,emcapai angka 15,8 juta atau 15,91 persen  data ini sesuai dengan proyeksi Bappenas Tahun 20018.

Pemerintah memang telah berupaya untuk melawan promosi rokok ini dengan menerbitkan Peraturan bersama tiga kementerian dalam merumuskan regulasi soal Kawasan Tanpa Rokok, ketiga kementerian itu ialah Kemenkes, kemendagri dan kementerian Pendidikan, yang kemudian di lanjutkan oleh pemerintah daerah untuk membuat regulasi yang sama yang kita kenal dengan istilah Perda kawasan tanpa rokok (Perda KTR).  

Macan Kertas Perda KTR?
Perda KTR merupakan suatu regulasi yang di buat untuk mengatur tentang area, ruang ataupun tempat-tempat larangan untuk merokok, mengiklankan rokok, memperoduksi rokok, dan menjual rokok ataupun produk tembakau lainnya. Di nusa tenggara barat Perda KTR di bentuk pada tahun 2014. Sejak terbentuknya perda tersebut NTB memberlakukan KTR di beberapa fasilitas umum. Di taman-taman kota, kantor-kantor publik, pusat kesehatan, sekolah dan lain sebagainya.

Tapi mari kita lihat fakta lapangannya, apakah sudah terlaksana susuai yang di amanatkan oleh regulasi tersebut? Jawabannya tentu tidak, mengapa? Karena masih banyak kita temudak di depan-depan sekolah warung-warung menjual rokok kepad usia anak. Di warung-warung juga masih ada spanduk-spanduk promosi rokok, bahkan mirisnya di sebutkan harga ecerannya. Bukan saja pedagang, para guru juga masih banyak kita temudkan yang merokok di dalam kelas saat jam sekolah, atau merokok di ruang guru, di depan halaman ruang guru. Padahal sekolah adalah area terlarang menjual, mempromosikan, apalagi merokok. Bahkan sekolah dilarang untuk membuat ruang atau area bebas rokok pada perda KTR nomor 3 tahun 2014.

Bukan saja di sekolah, di pusat kesehatan masyarakat (PUSKESMAS) pun masih bergentayangan iklan rokok dan orang merokok. Di warung samping kanan puskesmas ada pedagang rokok. Bahkan faktayang penulis temukan ada perawar merokok di area pusksesmas. Padahal puskesmas adalah area yang bisa di katakan haram untuk merokok. Tapi masih saja kita temukan banyak oknum perawat yang merokok. Kalau ditanya apa faktornya, jelas ini soal ketegasan dalam menerapkan regulasi KTR tidak ada oleh menejemen  puskesmas.

Dalam perda tersebut juga di sebutkan langkah apa yang harus di lakukan oleh pihak yang memiliki kewenagan dalam melaksankan perda KTR itu. Salah satunya daalah melakukan pembinaan, pengawasan dan sosialisasi. Fakta lapangan menunjukan bahwa pengawasan, pembinaan tidak banyak dilakukan baik oleh petrugas kesehatan ataupun oleh perangkat daerah yang memiliki keterkaitan dalam perumusan kebijakan soal kawasan tanpa rokok. Tak jarang kita temukan oknum petugas kesehatan ataupun pihak yang memiliki kewenangan menindak perokok di area KTR juga merokok, bahkan meminjam korek pada warga yang merokok di area KTR itu.

Bisa kita katakan komitmen pemerintah inkonsisten dalam menrapkan regulasi itu. Pemerintah tidak sugguh-sungguh dengan apa yang di buatnya. Tidak heran pula mengapa banyak anak merokok, dan terus kan mengalami peningkatan. Faktor itu adalah orang-orang yang memiliki kewenangan untuk menegakkan perda tersebut justru sebagai pelaku. Bisa dikatan regulasi itu hanyalah bentuk pengguguran dosa pemerintah. Kemudian regulasi itu hanya kertas biasa yang tidak memiliki power.

Semestinya ketika dikatakan bahwa perda KTR ini adalah macan kertas, maka regulasi ini harus menindak siapapun tanpa pandang bulu. Regulasi ini harus sangar sebagaimana orang-orang menyematkan pada namayan. Jangan hanya di tempel di dinding-dinding bisu. Jika perlu tempat-tempat publik di buatkan pengumuman secara audio yang di putar secara berkala di tempat tersebut. Jangan hanaya bandara yang memiliki coice costumer service untk memanggil penumpang. Fasiltas publik juga perlu di buatkan hal itu untuk menertibkan para perokok. 

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement