Ticker

6/recent/ticker-posts

Ad Code

Responsive Advertisement

Gawe Repah Sasak, Solusi Cegah Korupsi Dana Desa

OLEH: RIAN ARSYAT
Enam tahun sudah perjalanan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Berbagai macam temuan pun telah banyak di temukan dalam pengimplementasian undang-undang desa ini. mulai dari temuan keberhasilan sampai pada temuan-temua terburuk yang mencekam. Dari segi baik, banyak desa yang semakin maju dan sejahtera. Dan pada sisi negatif nya, banyak di temukan penyalahgunaan kewenangan, bahkan pada penemuan extraordinari crime (kejahatan luar biasa-red). Kejahatan-kejahatan ini semakin meningkat setelah di anggaran nya Dana Desa dari pemerintah pusat. Tetapi sangat di sayangkan,bukan temuan keberhasilan yang banyak, justru temuan-temuan tentang keburukan yang terbanyak. Sebut saja banyak kasus korupsi dana desa yang terjadi.
Banyak nya kasus korupsi yang terjadi tentu di akibatkan adanya satu nilai luhur yang di lupakan oleh pmerintah desa dalam penyelenggaran pemerintahan. Dalam undang-undang desa di jelaskan bahwa desa di berikan kewenangan dan hak untuk menyelenggarakan pemerintahan nya sesuai dengan kearifan lokal. Hal itu jelas di atur dalam pasal 24 UU No 6 Thn 2014, bahwa penyelenggaran  pemerintah desa berdasarkan atas; kepastian hukum, tertib penyelenggaran pemerintahan, tertib kepentingan umum, keterbukaan, proporsional, profesional, akuntabilitas,efektifitas, kearifan lokal, keberagaman, dan partisipatif. Secara teoritis UU desa sudah mengatur tentang penyelenggaran pemerintahan berasaskan good governance. Akan tetapi nihil pada implementasi
Mungkin saat ini pemerintahan desa sudah banyak melaksanakan pemerintahan desa berasaskan good governance, tetapi sedikit sekali pemerintahan desa yang dalam implementasi pemerintaha  menggukan pendekatan kearifan-kearifan lokal, keragaman budaya serta partisipasi masyarakat yang ada. 

sehingga nilai-nilai luhur dan jati diri yang dimiliki oleh setiap individu bahkan masyarakat semakin tergerus. Maka tidak heran banyak terjadi kasus-kasus penyalah gunan wewenang atau bahkan korupsi berjamaah oleh kepala desa dan perangkat desa. Kita boleh modern tetapi tidak boleh melupakan ajaran-ajaran yang memiliki nilai luhur tinggi di atas moderisasi itu.

Implementasi pemerintahan melalui GAWE RAPAH !
Pada dasarnya jauh sebelum istilah good governance berkembang, praktek pemerintahan yang akuntable, transparansi, kesetaraan atau berkeadilan, serta rule of the law sudah di praktikkan oleh masyarakat sasak tetapi dalam konstruksi yang berbeda. Istilah itu disebut dengan Gawe Rapah.
Kata Gawe Rapah berarti pertemuan besar atau rapat, sedangkan istilah rapah berasal dari Arab yang berarti kedamaian. Jadi Gawe Rapah adalah sebuah pertemuan secara berkala antara pemimpin dan rakyatnya dalam rangka mencari solusi atas berbagai persoalan yang ada, mulai dari kasus yang terjadi antar individu, kelompok samapai pada setiap kebijakan-kebijakan pemerintahan yang dinilai merugikan masyarakat atau yang tidak pro terhadap masyarakat.
Tradisi ini biasanya dilakukan satu kali dalam setahun, yang tujuannya tentu untuk merumuskan suatu kebijakan yang akan di bentuk oleh pemimpin.gawe rapah ini dihadiri dari berbagai elemen masyarakat, dari tingkat RT, Tokoh Pemuda, Tokoh agama, dan tokoh adat. Dalam gawe rapah ada beberapa sesi acara, anataralain  sebagai berikut
Sesi pertama, Ngenduh Rerasan (penyampaian aspirasi). Ngenduh rerasan merupakan proses penyampaian aspirasi oleh masyarakat kepada pemimpin, agar apa yang menjadi problem dimasyarakat dapat dijadikan sebagai formulasi membuat kebijakan. Pada sesi ini masyarakat di berikan untuk menyampaikan segala keinginan nya, tentang apa yang ingin di bangun yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada umum nya. Masyarakat juga di berikan kesempatan untuk menyampaikan keritikannya ke pemerintah.
Sesi kedua, Gundem (merancang kebijakan). Merupakan proses dimana masyarakat di berikan kesempatan untuk mengusulkan solusi dari akar masalah yang terjadi, atau pemerintah mencoba memberikan tawaran  kepada masyarakat cara untuk mengatasi permasalahan yang terjadi di masyrakat.
Sesi ketiga, Sangkep (Penetuan kebijakan). Sesi ini pemimpin akan memutuskan kebijakan yang tepat untuk di putuskan dari sekian banyak rumusan kebijakan yang di tawarkan baik oleh masyarakat atau pemimpin. Keputusan ini tentu tidak serta merta hanya pemimpin yang berhak, tetapi keputusan ini adalah keputusan atas dasar kesepakatan bersama warga masyarakat.
Sesi terahir, keempat yaitu membuat awik-awik (Rule Of Law). Awik-awik adalah produk hukum yang di buat oleh masyarakat. Baik tentang aturan tentang kebijakan serta punisehment (sanksi) yang akan di berikan apabila ada pelanggaran janji kesepakatan atau kebijakan yang telah di sepakati tersebut. Aturan ini bukan saja mengikat masyarakat tetapi juga mengikat pemimpin.
Dari proses itu, semua element harus tunduk atas kesepakatan yang di bangun bersama. Pemimpin dan masyarakat memiliki status yang sama di mata awik-awik. Sanksi yang di buat akan sama di berikan kepada pelanggar kebijakan tersebut tanpa pandang bulu, golongan dan jabatan.
Bukan saja soal perumusan kebijakan, digawe repah pemimpin juga meberikan informasi kepada masyarkat tentang program yang sudah dilaksanakan dan apa hambatan nya. Digawe repah  pemerintah memberikan laporan pertanggung jawabannya kepada masyarakat. Masyarakat berhak bersuara, menolak, mengecam bahkan sampai pada memberikan keritik-keritik pedas pada pemimpin, tetapi tetap dengan mengedepankan adab serta menggunakan bahasa yang baik, santun dan halus.

Gawe Repah Solusi Pencegahan Korupsi Anggaran Dana Desa
Kita tidak akan menjadi orang kolot, kuno, atau bahkan konservatisme apabila menggunakan kembali sistem itu. Hari ini mengapa banyak terjadi penyelewengan dana desa, kerena salah satu sebabnya adalah kita menghilangkan spirit nilai-nilai luhur kebudayaan yang di wariskan kepada kita oleh nenek moyang.
India bisa maju, dan terbebas dari korupsi sebab guru besar India Mahatma Ghandi mengajarkan kepada petinggi negara untuk selalu kembali kepada nilai-nilai dasar kehidupan yang di wariskan nenek moyang bangsa india.nilai itu adalah Satyagraha (jalan kebenaran), Ahimsa (tanpa kekerasan), Swadesi (Swadaya).

Maka hari ini, kita juga harus kembali kepada ajaran-ajaran tentang pemerintahan yang di wariskan oleh nenek moyang. Contoh saja sistem gawe repah ini. Didalamnya banyak terkandung nilai-nilai yang tidak bisa di temukan dalam teori-teori negara luar yang kita adopsi dalam tata kelola pemerintahan. Kita anggap itu kolot, kuno dan harus berevolusi. Sehingga kita terjebak pada labirin gelap karya kolonial. Kita tidak sadar bahwa good governance  adalah buah karya dari kapitalis kolonial.

Dengan sistem gawe rapah, masyarakat dapat terlibat aktif dalam perumusan kebijakan. Masyarakat sekaligus di posisikan sebagai perancang kebijakan, pembuat kebijakan, pengawas kebijakan bahkan pada pengimplementasian dari kebijakan. Tentu ini tidak akan berat dilaksanakan, sebab setiap kebijakan itu di hasilkan atas dasar kesepakatan bersama yang di putuskan dalam Sangkep di balai rapah.

Gawe rapah syarat akan makna, mengandung tata kelola pemerintahan yang baik, transparansi, akuntable, berkeadilan serta melahirkan rule of the law sesuai dengan jati diri masyarakat. Hal yang harus digaris bawahi ialah komitmen masyarakat tidak dapat disamakan dengan komitmen pemerintah atau politisi. Komitmen masyarakat di tempatkan pada nilai yang tertinggi. Sebab mengingkari keputusan bersama berarti telah menghinakan diri sendiri.Bagi masyarakat awik-awik bukan sekedar hukum, meski tidak tertulis sebagai mana undang-undang.  Masyarakar bukan tipe pengobral janji sebagaimana janji manis politisi saat kontelasi politik. Ketika asas-asas dalam gawe rapah di terapkan, bisa kita pastikan bahwa ini dapat menekan penyalah gunaan kekuasan, kewenangan, dan Korupsi Kolusi Nepostisme di desa.

Penulis: Jurnalis Warga dan Kader  SANTRI (Sekolah Anti Korupsi)

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement