Lockdown, isolasi, karantina, social distance, psyichic distance, kata ini mulai akrab di telinga masyarakat di Indonesia, dan secara khsusu di Provinsi NTB. Kata-kata ini terdengar, guna menanggulangi penyebaran
virus COVID-19. Strategi ini tidak hanya diterapkan pada tahun 2020 ini. Namun
ini telah berlangsung ratusan tahun lalu. Bahkan dalam sejarah, pada masa
kepemimpinan sahabat nabi.
Amr bin As disebut-sebut karena ide isolasi atau karantina pada kawasan
yang didera penyakit akut. Kala itu Syam dilanda penyakit tha'un, dengan Umar
bin Khathab yang bertindak sebagai khalifah di Madinah. Tukar gagasan Umar dan
Amr bin Ash inilah yang berujung mencuatnya ide karantina berbasis kota. Dan
hasilnya, ide Amr ampuh. Atas izin Allah
Untuk itu, kita coba membedah lockdown di tengah pandemic
covid-19, dari sisi social, ekonomi dan keagamaan. Lockdown pada dasarnya,
istilah tersebut mengacu pada upaya membatasi pergerakan dari, ke, dan di dalam
suatu wilayah. Aspek terpenting dari lockdown adalah pembatasan ruang gerak.
Hal ini telah terjadi di daerah kita khusunya di pulau Lombok secara umum di
NTB, tak satu pun orang dapat keluar rumah untuk bekerja dipasar atau di
tempat-tempat kerumunan.
Pembatasan ruang gerak juga dilakukan sejak 16 Maret
2020. Meski penerapan itu tak berlangsung secara total. Namun belakangan ini,
setelah dilaporkannya dua orang warga Lombok Timur positif Covid-19, semua tempat dan kegiatan yang dihadiri banyak
orang bubar semua. Tempat ibadah ditutup, sekolah diliburkan, pasar-pasar
dibubarkan, belum lagi acara adat begawe, nyongkolan, roah dan kegiatan social keagamaan
ditiadakan sementara. Orang –orang sementara
disuruh kerja dirumah.
Mengamati hal ini, saya atau anda tak perlu jadi
ekonom atau pengamat social. Jika tidak ada kegiatan di ruang publik berarti
tidak ada perputaran ekonomi, yang berarti masyarakat dalam kondisi resah
khusunya masyarakat kita di NTB. Selain minimnya lapangan kerja, para pengusaha
kecil, pelele dibubarkan di pasar-pasar akan menambah penderitaan masyarakat.
Kebijakan Lockdown harusnya berimbang dengan kesiap
siagaan pemerintah dalam memeberikan hidup dan penghidupan masyarakat. Ekonomi
belakangan ini akan lumpuh total sebab para pelele tak ada izin kelilingkan
barang dagangan, para buruh tak dapat lagi mencari sesuap nasi, bank rontok
atau koperasi simpan pinjam tak diperbolehkan keliling untuk mencari storan
hariannya.
Work from home alias kerja dari rumah hampir tidak
berlaku bagi masyarakat NTB. Mereka mesti hadir secara fisik setiap hari supaya
dapat pemasukan. Mayoritas di antara mereka yang diupah secara harian. Bila
dilarang, belum tentu mereka memiliki tabungan cukup untuk membiayai ongkos
sehari-hari selama sekian bulan lockdown.
Kesimpulanya, dalam kondisi lockdown ini pemerintah
harus hadir dan berpikir cepat dalam mengatasi persoalan yang telah
berlangsung. Pemerintah harus menyiapkan pasokan kebutuhan dapur masyarakat. Beras,
telur, sayur, dan perlengkapan lainya harusnya disiapkan dalam upaya hidup dan
penghidupan.
Opini Warga
Oleh: Eros Amaq Laeve
0 Komentar