Ticker

6/recent/ticker-posts

Ad Code

Responsive Advertisement

SPMI NTB Bentuk Paralegal dan Satgas PMI

Lombok Timur, SK - Banyaknya persoalan yang menimpa Pekerja Buruh Migran (PMI) di beberapa daerah mendorong DPN-SPMI pusat turun gunung untuk menyamakan persepsi, memperkuat jaringan kader dan fungsionaris SPMI terutama NTB sebagai kantong PMI terbesar setelah pulau jawa.

Pelatihan paralegal untuk kader DPW, DPC - SPMI NTB di support oleh WSM. WSM adalah sebuah lembaga solidaritas dunia peduli kemanusiaan, berlangsung di Desa Rempung, Kecamatan Sukamulia, Kabupaten Lombok Timur, NTB, pada (11/1/2020).

Ketua Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Serikat Pekerja Migran Indonesia (SPMI) diwakili Sekjennya Niko Silalahi, mengatakan, organisasi masyarakat (Ormas) SPMI berdiri atas dasar kemanusiaan.

Oleh karena itu, Niko mengajak kepada semua kader SPMI yang ada di NTB untuk tidak takut memperjuangkan hak PMI yang tereksploitasi secara fisik maupun verbal. Jika ditemukan ada PMI yang tidak diberikan haknya oleh majikan maupun perusahaan penyalur tenaga kerja maka,  SPMI harus turun tangan mengadvokasi mereka dengan memberikan perlindungan hukum sehingga haknya bisa didapatkan. Begitupun  bagi mereka yang mendapatkan penganiayaan dari majikan selama bekerja di negara tujuan.

"Jangan pernah takut untuk mengadvokasi, memberikan perlindungan hukum bagi PMI sampai haknya bisa didapatkan," tegas putra Sumatera Utara ini.

Dia juga mengapresiasi kinerja DPW SPMI NTB  yang sudah banyak membantu PMI/TKI yang bermasalah di luar negeri melalui jalur hukum sehingga PMI yang bermasalah tersebut bisa dipulangkan ke negara asalnya.

Wakil Sekjen SPMI, Firman, pada kesempatan yang sama mengatakan, sesuai amanat undang-undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang perlindungan PMI yang telah disahkan melalui sidang paripurna DPR-RI pada 25 Oktober 2017, menggantikan UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri.

"Organisasi PMI harus disesuaikan dengan Undang-Undang yang baru," jelasnya.

Sehubungan dengan adanya amanat UU Nomor 18 Tahun 2017 tentang PMI, sehingga ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Provinsi NTB, Mahendrayani, SH terus bergerak ke Kabupaten/kota, untuk berkonsolidasi sekaligus memperluas jaringan kader dan fungsionaris SPMI hingga ke pelosok desa.

Dimana katanya, pemerintah desa juga harus bisa mengambil peran untuk melindungi warganya dari Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Untuk membantu pemerintah meminimalisir kesempatan oknum dalam melakukan TPPO. Sehingga katanya, perlu dibentuk Satgas PMI di setiap daerah hingga ke pelosok desa.

"Untuk mengantisipasi supaya Calon PMI tidak terpengaruh dengan bujuk rayu calo yang mengiming-imingi CPMI dengan gaji besar di luar negeri perlu ditempatkan Satgas di setiap desa," katanya.

"Tidak cukup dengan satgas, SPMI juga akan membentuk paralegal yang bertugas untuk memberi perlindungan secara hukum maupun sosial kepada mereka yang tereksploitasi," Tambah Mahendra panggilan Indra.

Selama ini katanya, ia sudah banyak menangani kasus PMI hingga ke luar negeri. Menurutnya, tidak sedikit PMI mendapat siksaan secara fisik bahkan pelecehan seksual ketika bekerja di negara tujuan. Baik mereka yang berangkat melalui jalur legal apalagi yang ilegal. Nah, ini yang rentan terjadi tindak kekerasan.

Upaya untuk membantu mereka yang mendapat penyiksaan yang berangkat secara non prosedural agak sulit untuk bisa diidentifikasi keberadaannya. Apalagi jika majikan tempatnya bekerja itu tidak mengijinkannya menggunakan alat komunikasi.

Berkaca pada masalah di atas, sebagai ketua DPW-SPMI NTB, Indra mengajak lembaga atau organisasi peduli kemanusiaan untuk bergerak membantu mereka yang tertindas. Pemerintah yang memiliki power dituntut  untuk memberikan perlindungan hukum bagi PMI yang mengalami masalah di luar negeri.

Berbicara substantif, pemerintah memiliki tanggung jawab penuh atas PMI. Faktor kurangnya lapangan pekerjaan, kemiskinan, kawin cerai, dan banyak penyebab lain yang mendorong masyarakat terpaksa mengasingkan diri meninggalkan keluarganya pergi menjadi buruh migrant untuk memenuhi kebutuhan hidupnya walaupun penderitaan yang mereka alami.

Tidak sedikit juga setelah PMI bekerja di negara tujuan mereka dihadapkan pada persoalan hukum. Sebab, sebelum mereka diberangkatkan, mereka tidak diajari hukum negara tujuan, lebih-lebih lagi bagi mereka yang berangkat secara non prosedural.

Untuk membantu PMI yang mengalami masalah tersebut, keberadaan SPMI dirasa penting guna membantu pemerintah menyelesaikan kasus PMI di luar negeri. Kehadiran paralegal menjadi sangat dibutuhkan. Lebih-lebih pada kontekstual pada kasus struktural dan kasus yang berdimensi Hak Asasi Manusia (HAM).

Kehadiran paralegal kata Indra, sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Mengingat tidak semua anggota masyarakat  yang keluarganya mengalami tindak kekerasan memiliki akses bantuan hukum. Dengan pemahaman dasar yang diberikan pada paralegal, sekaligus kader SPMI ini, maka mereka akan memiliki empati, kepedulian terhadap situasi sosial yang dihadapi masyarakat.

Persoalan yang dialami PMI asal NTB lanjut Indra, merupakan situasi kontekstual. Untuk itu, paralegal harus bekerja dan terlibat di dalamnya.

PMI/TKI yang menjadi korban situasi struktural tersebut menyebabkan mereka berada pada posisi hukum yang lemah. Seperti rendahnya pengetahuan tentang hukum, minimnya akses informasi dan buruknya akses bantuan hukum, membuat PMI menjadi salah satu kelompok yang relevan untuk didampingi paralegal.

Keberadaan SPMI NTB dan paralegal ini diharap bisa menjadi pionir pemerintah dalam membantu menuntaskan permasalahan yang dihadapi oleh PMI.

Kapasitas SDM paralegal juga merupakan hal yang prioritas, sehingga mampu bekerja secara profesional dalam melakukan investigasi, mengumpulkan serta menganalisis data yang didapatkan dari sumber. Kemudian, pada akhirnya semua permasalahan bisa diselesaikan dengan baik. (Ggar)

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement