Ticker

6/recent/ticker-posts

Ad Code

Responsive Advertisement

Inilah Kondisi Desaku, Desa Ketangga

Ketangga. SK_Desa Ketangga merupakan desa hilir dan sebagai pengguna air yang berasal dari kawasan hutan lemor, saat ini juga ikut merasakan dampak dari menyusutnya jumlah dan debit air di dalam kawasan tersebut. 


Ini dapat terlihat setiap musim kemarau air yang mengalir ke desa Ketangga sangat kecil khususnya bagi masyarakat yang menggunakan perpipaan atau air ker. Tidak seperti tahun – tahun yang lalu, yang masih melimpah ruah. Akan tetapi kondisi sekarang ini sangat berbanding terbalik di mana jika desa hulu mengalami kekurangan air, maka otomatis desa Ketangga juga akan merasakan hal yang sama.

Hingga saat ini pemerintah desa telah merancang pengelolaan air berbasis kawasan. Dengen bersinergi antara desa hulu yaitu Desa Suela. Dimana Desa Suela sendiri telah mengelola PAMDes. PAMDesa tersebut akan mengaliri kawasan hilir, yaitu Desa Ketangga. Dan pihak desa juga telah menanggapi kerjasama anatar Desa Ketangga dan Dsa Suela.

Untuk dimaklumi, sebagai refrensi kita bisa melihat hasil analisa yang berasal dari Lembaga yang konsen dalam penanganan lingkungan dan air. Berdasarkan hasil kajian WWF pada tahun 2004, kebutuhan konsumsi air yaitu 0,1 m3/hari, maka kebutuhan konsumsi air di Desa Ketangga  yang jumlah penduduknya 7622 jiwa selama satu tahun yaitu 270.903 m3

Adapun sistem pengelolaan air yang dilakukan di desa Ketangga untuk memenuhi kubutuhan masyarakat yaitu dengan menggunakan perpipaan/care dan PDAM. Untuk masyarakat yang tidak mampu mengakses air menggunakan PDAM, maka mengambil airnya di bak penampungan dengan membayar kontribusi Rp 1.000/bulan.


Desa Ketangga memiliki potensi dalam sektor pertanian dan perkebunan. Sebagian besar masyarakat Ketangga menggantungkan hidupnya pada pertanian. Kondisi ini dapat dilihat dari jumlah lahan yang memadai dan dilihat dari jumlah petani dan buruh tani yang memadai pula. Luas lahan sawah 354 ha, dan luas lahan ladang atau kebun 391 ha, sedangkan petani yang mengelola persawahan dan perkebunan berdasarkan data tahun 2009 sebanyak 2.162 orang, buruh tani 2.628 orang. Dari jumlah penduduk desa Ketangga maka yang memiliki lahan pertanian sebanyak 56%, sedangkan buruh tani sebanyak 24%. Keberadaan lahan dan jumlah petani serta buruh tani mengalami persoalan yaitu pada tanah masyarakat yang tidak bersertifikat. Hal ini disebabkan karena biaya pembuatan sertifikat yang tinggi. Sumber (RPJMDES tahun 2011) Selain itu juga, terdapat 4 kelompok pertanian yaitu Pada Ngiring, Tetep Tenang, Tunas Bakti dan Geger  Girang. Akan tetapi peran kelompok tani ini belum bisa memfasilitasi para petani,ini dapat dilihat Kurangnya penyuluhan pertanian  belum memiliki keterampilan dalam membuat dan menerapkan pupuk organik.
Sebagian besar masyarakat sebagai buruh tani.

Dalam melakukan penanaman, pola tanam  biasa mengikuti musim, pada musim hujan para petani menanam padi, jagung, tomat dan sayur-sayuran lainnya. Sedangkan pada musim panas petani menanam tembakau.
Pada  tahun 2010 pernah terjadi gagal panen akibat hama yang mencapai sekitar 28 hektar lahan tanaman padi. Akibatnya petani mengalami kerugian yang signifikan karena hasil produksi menurun. Untuk pertanian tembakau, pada tahun ini hasil dari tanaman tembakau kurang bagus, penyebab utamanya karena seringnya turun hujan dan itu merupakan kendalanya pada tahun ini, sehingga menyebabkan pertumbuhan tanaman tembakau kurang bagus dan bisa dipastikan mengalami penurunan hasil produksi tidak seperti tahun lalu dan bisa dikatakan mengalami gagal panen.
Sesuai fakta yang ada akan mempengaruhi kelompok tani, pada dasarnya keberadaan kelompok tani mestinya dihajatkan untuk menjadi wadah bagi petani untuk mengatasi berbagai persoalan yang dihadapi baik untuk meningkatkan produktifitas pertanian, dan perkebunan, hingga pengelolaan dan pengolahan hasil bumi, hingga saatnya dipasarkan. Adapun sampai saat ini yang masih menjadi hasil komoditi andalan desa Ketangga yaitu tembakau rajang.
Untuk penjualan hasil komoditas pertanian dilakukan di pasar maupun pada pengepul atau tengkulak.

Adat istiadat yang pernah ada dan dipegang teguh oleh masyarakat Ketangga di antaranya besiru, jimpitan, banjar, langar, selametan aiq, ngayu-ayu, sawinih, lumbung, bebangar, sorong serah, nyelabar, nyongkolan, begawe dan roah, ngebangin  bale,besembeq, dan lain-lain.
Saat ini, beberapa di antaranya telah hilang seperti jimpitan, lumbung, dan beberapa lainnya terutama yang bernuansa sosial. Kebiasaan yang tersisa saat ini adalah yang bersifat hedonistis seperti nyongkolan, bahkan kini mengalami modifikasi yang kian dahsyat dalam suasana kesenangan.
Namun ada pula beberapa di antaranya yang masih tetap dipertahankan  eksistensinya yaitu langar, selametan aiq, sawinih (sudah banyak digantikan dengan uang), bebangar (mulai jarang), sorong serah, nyelabar, nyongkolan, begawe/roah, ngebangin bale,pelayaran, besembeq (hanya di kalangan tertentu),besesiru,ngayu – ayu dan nyelamet tanaman.
Pada sektor kebudayaan, desa Ketangga pernah eksis dalam system kesatuan wilayah budaya yang kini meninggalkan situs-situs penting seperti Mesjid Kuno (Pusaka), Al-Qur’an, Gong, Sabuk Pusaka berkaitan erat dengan keberadaan masjid pusaka, pada sabuk tersebut terdapat tulisan dalam bahasa Arab dan Jawa Kuno. Paling ujung sabuk pusaka tertulis Kamis, 14 Muharram  dalam tulisan Jawa Kuno yang digunakan pada masa lalu.
Saat ini, situs-situs tersebut tinggallah lambang. Perikehidupan masyarakat yang ada di sekitar situs-situs tersebut tidak lagi melambangkan apa yang pernah ada di masa lalu. Ini menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi seiring perkembangan zaman telah meninggalkan nilai-nilai yang pernah diajarkan oleh leluhur, meski tidak berlaku pada semua asfek kehidupan masyarakat di desa Ketangga. Dalam hal sosial, budaya gotong royong masih tetap dipertahankan hingga kini.

Dalam hal pengelolaan sumber daya alam yang masih dipertahankan eksistensinya sampai saat ini yaitu selametan aik, dan nyelamet tanaman dan juga apa bila masyarakat mau mengampar tanaman di mana masyarakat pergi ke gunung bersama masyarakat dan pekasih.

Disamping itu juga, sebelum melakukan mulut beleq, (maulid desa) tanggal 12 rabiul awal, masyarakat tidak boleh menggarap sawah,  melakukan prosesi perkawinan dan membangun infrastruktur.

Kondisi jalan maupun jembatan relatif mendukung, hanya saja kondisinya tidak terlalu bagus dan masih banyak yang berlubang terutama jalan desa, ini diakibatkan karena terkikis oleh air hujan disebabkan kondisi drainase yang sangat buruk sehingga menyebabkan menggenangi jalan tersebut, akibatnya jalan menjadi berlubang dan terdapat banyak bebatuan.

Jaringan air bersihnya menggunakan layanan PDAM, tetapi sebagian besar rumah tangga belum tersentuh PDAM. Rumah tangga yang tidak tersentuh PDAM mengambil air di bak – bak umum dan di sungai. Jumlah bak umum yang tersedia di desa Ketangga yaitu 24 unit. Jumlah pelanggan PDAM 220 KK.

Walaupun air bersih dikelola oleh PDAM, namun masyarakat masih mengeluhkan pelayanan PDAM, air masih sering macet,  iuran meningkat tidak sesuai dengan pelayanan, padahal PDAM langsung mengambil air dari sumber mata air.
Tidak ada retribusi air di sisihkan untuk pelestarian lingkungan, baik dari rumah tangga yang mengunakan PDAM ataupun tidak.
Biaya pemeliharaan pipa jika ada kerusakan  masyarakat dipunguti biaya sebesar Rp. 1000/bulan baik yang menggunakan PDAM ataupun tidak menggunakan PDAM. Untuk masyarakat yang tidak mampu memakai PDAM, mereka memakai air dari bak pembagian  atau reservour yang dibuatkan di masing – masing RT.
 Pada  musim hujan kerusakan pipa sering terjadi akibat banjir terutama pipa yang melewati sungai, kadang pipanya jebol dan hanyut dibawa arus sungai yang deras waktu banjir. Warga biasanya secara swadaya untuk menanggulangi kerusakan baik yang rusak sebagian maupun yang rusak total. Kerentanannya, pada musim kemarau debit airnya kecil sekali, tetapi tidak sampai kering sama sekali.

Jaringan irigasi di desa Ketangga ada  yang sudah permanen dan ada yang belum, yang airnya berasal dari sungai dan mata air lemor. Ada dua Subak yang  terdapat di Ketangga, yaitu Subak Lendang Loang dan Subak Telaga yang khusus mengairi Ketangga. Adapun  luas lahan sawah yang harus diairi yaitu
354 Ha dan tanah ladang/kebun 391 Ha.

Pada musim hujan airnya besar sekali dan biasanya pembagian tidak dilakukan karena dengan sendirinya masuk ke lahan pertanian masing – masing petani. Akan tetapi seringnya banjir menyebabkab jaringan irigasinya jebol. Kalau musim panas debit airnya kurang, tetapi tidak sampai kering. Saking kecilnya air yang datang menyebabkan petugas mengatur pembagian air irigasi ke lahan pertanian masing – masing satu kali sebulan.

Untuk infrastruktur menuju lokasi peninggalan budaya relatif mudah dan terjangkau karena letaknya yang berdekatan dengan kantor Desa Ketangga.

Sarana perekonomian yang tersedia di Desa Ketangga salah satunya keberadaan koperasi simpan pinjam khusus untuk perempuan/ SPP PNPM, adanya 7 ruko desa, kios 71 buah dengan pengelolaan masyarakat secara pribadi, adanya 18 buah industry rumah tangga dan industry menengah sejumlah 2 buah. Dari jumlah penduduk desa Ketangga yaitu 7622, maka sarana perekonmoian yang tersedia sudah cukup memadai.

Rasio kecukupan untuk kesehatan yakni, jumlah penduduk Ketangga yaitu 7622 jiwa, 36% wanita dalam usia subur, sedangkan tenaga kesehatan yang tersedia yaitu 2 orang bidan. Dari hasil penghitungannya bahwa, masing – masing bidan akan menangani ±1336 orang. Kondisi ini tidak ideal dengan prasarana maupun tenaga kesehatan yang tersedia.

Untuk pembinaan mental spiritual di bidang keagamaan berdiri Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPA) merata di seluruh dusun. Selain kegiatan belajar membaca Al-Qur'an, secara rutin diselenggarakan berbagai kegiatan seperti majelis ta'lim, seni baca Al-Qur'an, kegiatan da'wah dan beberapa kegiatan keagamaan lainnya. Melihat kondisi di atas, ketersediaan sarana pendidikan dengan jumlah penduduk memadai.

Sedangkan untuk rasio kecukupan  bagi pendidikan yaitu, jumlah penduduk desa Ketangga 7422 jiwa, persentase jumlah anak usia sekolah dari umur 7 – 15 tahun 24%, sehingga anak usia sekolah dari umur 7 – 15 tahun berjumlah 1781,28 jiwa, jumlah sarana pendidikan SD/MI – SMP/MTs yaitu 8 buah, persebarannya dari tingkat SD/MI – SMP/MTs yaitu 222,66, dengan wajib belajar 9 tahun. Jadi rata – rata siswa perkelas dari SD-SMP yaitu ± 25 perkelas,artinya sarana pendidikan yang tersedia di desa Ketangga cukup memadai.

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement