Ticker

6/recent/ticker-posts

Ad Code

Responsive Advertisement

Desa Karang Baru Perlahan Meninggalkan Tradisi leluhur



Lombok Timur. SK_ Masyarakat Desa Karang Baru, Kecamatan Wanasaba, kabupaten Lombok Timur para penghuni desa ini sangat homogen, tidak ada perbedaan suku, adat dan agama. Dalam hal adat dan budaya, kondisi masyarakat saat ini sudah mulai meninggalkan tradisi lama sebagai danpak dari era globalisasi.


Dalam pengelolaan sumber daya alam, ada beberapa tradisi yang bisa dijelaskan, antara lain; tradisi “Nyelamet Aik”. Ritual nyelamet aik dilakukan pada setiap musim kemarau. Tradisi ini dilatarbelakangi oleh adanya keyakinan masyarakat bahwa semakin mengecilnya  debit mata air pada setiap musim panas karena ditutup oleh penjaga (diyakini pada setiap mata air ada jin sebagai penjaganya).  Hal ini dilakukan karena penjaganya menginginkan tumbal berupa kepala kerbau. Atas latar belakang inilah kemudian pada setiap musim kemarau dilakukan ritual Nyelamet Aik dengan memotong seekor Kerbau untuk dipersembahkan kepada penjaga tersebut. 

Selain itu, ada juga istilah “Bebangar”. Hal ini dilakukan ketika akan memulai melakukan olah lahan atau istilah masyarakat setempat adalah “Nggaro”. Bentuk ritualnya adalah sebelum lahan mulai dibajak terlebih dahulu harus dikasih “bangar” oleh mangku dengan menancapkan daun jarak pagar yang sudah ditetesi darah ayam. Fungsi “bangar” tersebut adalah agar tenaga yang sedang bekerja mengolah lahan tidak diganggu oleh penjaga bumi.

Ritual “Bebangar” juga dlakukan pada beberapa kegiatan, misalnya ketika memulai membangun rumah. Dalam kegiatan ini ada namanya “Ngeruak” ( mengali fondasi bangunan), sebelum kegiatan tesebut dilakukan  terlebih dahulu dibangar oleh mangku. Bentuk ritualnya sama dengan ketika memulai olah lahan, bedanya adalah kalau Ngeruak Bangar yang digunakan adalah daun Aren yang masih muda. 

Lain lagi bentuk ritualnya ketika memulai menggunakan rumah baru, dalam hal ini masyarakat menyebutnya dengan istilah “Ngebangin Bale”. Bentuk ritualnya berupa tahlilan, namun sebelumnya didahului dengan “Ngebang”  atau azan bersama di dalam rumah yang akan ditempati.

Dalam berintraksi social, pada umunya mereka masih memegang teguh prinsisp gotong royong dan saling tolong menolong diantara warga. Hal ini dapat dilihat dari tradisi yang dilakukan. Misalnya “ Rujung/Langar”, dilakukan jika ada warga yang meninggal dan mengadakan acara selamatan atau regawe. Bentuk kegiatanya adalah warga memberikan sumbangan dana atau beras bagi keluarga yang mendapatkan musibah kematian atau yang mengadakan regawe. 

Tradisi lainya adalah “Besiru dan jimpitan”. Besiru adalah bentuk gotong royong yang mana dalam pelaksanaanya masyarakat bergantian saling membantu. Misalnya, ketika musim hujan, warga biasanya focus berladang atau “ Ngerau”. Dalam membersihkan lahan, mulai penanaman samapai panen atau “Matak” warga saling bantu secara bergantian tanpa diupah tetapi pemilik hanya menyediakan konsumsi. 

Selanjutnya adalah “Jimpitan”, yaitu upaya pengumpulan sumber daya secara sukarela. Bentuk kegiatanya adalah pada setiap rumah tangga wajib menaruh bamboo yang nantinya diisi dengan menyisihkan minimal satu sendok beras pada setiap kali memasak. Kemudian setelah satu minggu ada petugas datang mengambil beras tersebut, lalu dikumpulkan sebagai biaya pembangunan sarana ibadah dan fasilitas public lainnya.

Dalam menghadapi musim paceklik, masyarakat Desa Karang Baru dahulu memiliki cara sendiri. Misalnya hasil panen, dahulu tidak langsung dijual, akan tetapi ditabung dengan cara menyimpannya di lumbung. Begitu juga jika mereka memiliki kelebihan uang, biasanya sebagianya disimpan atau “Meceleng” di dalam lubang bamboo atau istilah setempatnya “ Kekelok”. Selain menggunakan benda tersebut ada juga yang dibuat dari tanah liat yang disebut “ Pecelengan”.

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement