Lombok Timur, SK- Untuk memenuhi kebutuhan hidup,masyarakat yang
bermukim di tepi Pantai melakukan pekerjaan membuat kapur. Proses
pembuatan kapur ternyata gampang-gampang susah. Seperti yang di lakukan
oleh sebagian masyrakat yang ada di Bunut Tunjang, Desa Gunung
Malang, Kecamatan Pringgabaya, Kabupaten Lombok Timur, NTB.
Pekerjaan membuat kapur ini sudah di lakukan turun temurun, dan ini merupakan bagian dari mata pencaharian masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Bahan baku pembuatan kapur ini bersumber dari laut.
Ketika air laut surut masyarakat di sekitarnya turun melaut untuk mencari batu karang yang di hanyutkan ombak terhempas ke pesisir pantai. Biasanya air laut surut pada sore hari sekitar jam dua,namun penomena ini tidak terjadi setiap hari tergantung kondisi alam.
Ketika jurnalis warga mencoba jalan-jalan di pesisir pantai, ditemukan masyarakat sedang mengangkut batu karang memakai gerobak kuda dari pesisir pantai. Kemudian langsung di timbun di sebuah tempat yang sudah di siapkan yang di namakan "open", dimana open inilah tempat di bakarnya batu karang tersebut.
Mereka mengumpulkan minimal 10 gerobak batu karang setiap hari agar bisa mencapai kuota pembakaran satu open. Proses pembakaran berlangsung satu hari. Sebelum di bakar mereka harus menyusun kayu di dalam open sampai 40 potong kayu, dengan ukuran panjang satu meter. Diatas kayu tersebut baru di timbun dengan batu karang,kemudian di sulutkan api dari lubang yg sudah di persiapkan.
Setelah timbunan pertama hangus terbakar menjadi debu,kemudian di taruhkan kayu lagi di atasnya. Setelah itu di tambahkan lagi timbunan batu karang yang ke dua di atasnya lalu di bakar. Proses pembakaran ini berlangsung kurang lebih satu hari.
Sampai menjadi kapur,membutuhkan waktu lima hari baru bisa di angkat keluar. Sebelum di angkat mereka harus menyiraminya air supaya dingin,jadi saat proses pengangkatan kapur,kaki tidak terkelupas. Demikian di ungkapkan Pandi (32) ketika di temui di rumahnya (22/6).
Dalam satu open itu mereka bisa memperoleh kapur sekitar 100 karung, " Dalam sekali pembakaran saya bisa kumpulkan 90-100 karung bahkan lebih itu tergantung berapa gerobak yang kita bakar,kalau saya bakar lebih dari 15 gerobak,maka saya bisa dapatkan hingga 150 karung," katanya.
Untuk pemasarannya mereka mempercayakan pada pemborong, "Kami tidak bisa menjualnya secara langsung kepada pengguna,karena disini kami punya pemborong yang membeli kapur kami. Satu karung kami di bayar Rp10.000,pemborong kadang menjualnya pada orang lain per karung Rp15.000 bahkan lebih. Meskipun begitu kami tidak memikirkan keuntungannya itu asal kapur kami di bayar cash,walaupun dengan harga lebih rendah. Kata Sunardi (43),salah seorang pengusaha kapur.
Kapur ini biasanya di jual kepada pengusaha konstruksi bangunan,untuk menembok rumah dan lain sebagainya.terkadang juga toko-toko bangunan menjadi konsumen tetap,di samping sebagai relasi dalam pemasaran. (Fikri MS/Kesa FM)
Pekerjaan membuat kapur ini sudah di lakukan turun temurun, dan ini merupakan bagian dari mata pencaharian masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Bahan baku pembuatan kapur ini bersumber dari laut.
Ketika air laut surut masyarakat di sekitarnya turun melaut untuk mencari batu karang yang di hanyutkan ombak terhempas ke pesisir pantai. Biasanya air laut surut pada sore hari sekitar jam dua,namun penomena ini tidak terjadi setiap hari tergantung kondisi alam.
Ketika jurnalis warga mencoba jalan-jalan di pesisir pantai, ditemukan masyarakat sedang mengangkut batu karang memakai gerobak kuda dari pesisir pantai. Kemudian langsung di timbun di sebuah tempat yang sudah di siapkan yang di namakan "open", dimana open inilah tempat di bakarnya batu karang tersebut.
Mereka mengumpulkan minimal 10 gerobak batu karang setiap hari agar bisa mencapai kuota pembakaran satu open. Proses pembakaran berlangsung satu hari. Sebelum di bakar mereka harus menyusun kayu di dalam open sampai 40 potong kayu, dengan ukuran panjang satu meter. Diatas kayu tersebut baru di timbun dengan batu karang,kemudian di sulutkan api dari lubang yg sudah di persiapkan.
Setelah timbunan pertama hangus terbakar menjadi debu,kemudian di taruhkan kayu lagi di atasnya. Setelah itu di tambahkan lagi timbunan batu karang yang ke dua di atasnya lalu di bakar. Proses pembakaran ini berlangsung kurang lebih satu hari.
Sampai menjadi kapur,membutuhkan waktu lima hari baru bisa di angkat keluar. Sebelum di angkat mereka harus menyiraminya air supaya dingin,jadi saat proses pengangkatan kapur,kaki tidak terkelupas. Demikian di ungkapkan Pandi (32) ketika di temui di rumahnya (22/6).
Dalam satu open itu mereka bisa memperoleh kapur sekitar 100 karung, " Dalam sekali pembakaran saya bisa kumpulkan 90-100 karung bahkan lebih itu tergantung berapa gerobak yang kita bakar,kalau saya bakar lebih dari 15 gerobak,maka saya bisa dapatkan hingga 150 karung," katanya.
Untuk pemasarannya mereka mempercayakan pada pemborong, "Kami tidak bisa menjualnya secara langsung kepada pengguna,karena disini kami punya pemborong yang membeli kapur kami. Satu karung kami di bayar Rp10.000,pemborong kadang menjualnya pada orang lain per karung Rp15.000 bahkan lebih. Meskipun begitu kami tidak memikirkan keuntungannya itu asal kapur kami di bayar cash,walaupun dengan harga lebih rendah. Kata Sunardi (43),salah seorang pengusaha kapur.
Kapur ini biasanya di jual kepada pengusaha konstruksi bangunan,untuk menembok rumah dan lain sebagainya.terkadang juga toko-toko bangunan menjadi konsumen tetap,di samping sebagai relasi dalam pemasaran. (Fikri MS/Kesa FM)
0 Komentar