Ticker

6/recent/ticker-posts

Ad Code

Responsive Advertisement

Mata Air Hulu Lemor Mengalami Penurunan

Lotim. SK_ Keberadaan air sangat dipengaruhi oleh kondisi hutan. Jika kondisi hutan baik dapat dipastikan keberadaan air juga akan baik. Namun jika fungsi hidrologi hutan melemah maka berdampak langsung terhadap kondisi sumber mata air di daerah baik di hulu maupun hilir.
Kondisi mata air di daerah hulu mengalami debit air yang dari waktu ke waktu semakin menyusut. Kondisi ini sangat berbeda dengan
tahun-tahun sebelumnya. Dimana rembesan air selalu temukan di jalan-jalan setapak ketika kita memasuki wilayah hutan.
Demikian disampaikan Hajad Guna Roasmadi, S.H ketua ANDUALA NTB mengatakan "Saat ini, kondisi tersebut tidak dapat ditemukan lagi. Jumlah mata air menyusut drastis. Mata air yang tersisapun kini mengalami debit yang merosot drastis pula. Dampaknya, pemenuhan kebutuhan air, terutama air bersih menjadi persoalan yang sangat krusial dialami oleh masyarakat di beberapa desa khususnya di desa-desa hilir seperti desa suntalangu, Ketangga, Selaparang yang notaben kebutuhan airnya bersumber dari mata air di desa hulu" Jelasnya.
Kondisi air bersih dan irigasinya di Desa Ketangga, Suntalangu dan Selaparang kecamaytan Suela, kabupaten Lombok timur saat ini sebagaian besar dikelola secara swadaya dengan membangun sub reservouire di beberapa titik strategis yang dapat menjangkau pemukiman penduduk.
Selain dengan sistem swadaya juga di lakukan dengan melibatkan pihak PDAM, dimana PDAM mensuplai kebutuhan air sekitar 10% dari total pemakai air bersih di tiga desa suntalangu, Ketangga, dan Selaparang.
Hal tersebut juga disampaikan Hajad Guna R yang juga akktivis peduli lingkungan dan budaya mengatakan "Sejauh ini distribusi air bersih dilakukan dengan swadaya ke semua rumah tangga pengguna air, namun karena minimnya sarana dan prasarana distribusi air bersih sebagaian diantaranya (10%) masyarakat pengguna air dilakukan melalui bak umum. Sementara bagi masyarakat yang hanya memmanfaatkan jasa air bersi swakelola dikenakan iuran Rp 10. 0000 s/d Rp. 25. 000 dan itu kondidi airnya tidak layak untuk dikonsumsi" ujarnya.
Selain minimnya sarana dan prasarana dalam pengelolaan air bersih, hal yang tidak menjadi perhatian adalah belum adanya upaya menyisihkan sebagaian retribusi yang mengarah pada perlindungan mata air. Retribusi yang ada hanya diperuntukkan untuk biaya pemeliharaan.
"Tentu saja kondisi ini menuntut diterapkannya system tata kelola air bersih yang memadai terutama dengan memperhatikan sistem dan saran pengelolaan air bersih agar pemanfaatannya dapat diusahakan merata, terutama bagi masyarakat miskin yang akses airnya sangat terbatas" Harap Hajad saat dikonfirm 20/3/2015.
Selain itu, untuk menunjang keberlangsungan tata kelola dimaksud, perlu ada upaya untuk menyisihkan retribusi yang ada bagi perlindungan mata air dan bukan hanya sekedar dimanfaatkan untuk perpipaan saja. Terutama bagi desa-desa yang tidak memiliki sumber mata air bersih. (Rozi)

Posting Komentar

0 Komentar

Ad Code

Responsive Advertisement